Latest News

Jumat, 07 April 2017

Krisis Ekonomi Negeri Gajah Putih





Pra-Krisis

Krisis di Thailand (dikenal dengan nama krisis Tom Yam Gung di Thailand; Thai: วิกฤตต้มยำกุ้ง) terjadi seiring jatuhnya nilai mata uang baht setelah pemerintah Thailand terpaksa mengambangkan baht karena sedikitnya valuta asing yang dapat mempertahankan rate ke dolar Amerika Serikat. Waktu itu, Thailand menanggung beban utang luar negeri yang besar sampai-sampai negara ini dapat dinyatakan bangkrut sebelum nilai mata uangnya jatuh.

Ekonomi Thailand berkembang menjadi gelembung ekonomi yang digerakkan oleh dana panas. Dari 1985 sampai 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9% (menakjubkan). Baht dipatok pada 25 per dolar AS. Seiring pulihnya ekonomi Amerika Serikat dari resesi pada awal 1990-an, Federal Reserve Bank di bawah pimpinan Alan Greenspan mulai menaikkan suku bunga A.S. untuk menurunkan inflasi. Hal ini menyebabkan dana panas di Thailand keluar deras menuju AS.

Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan ekspor Asia Tenggara melambat drastis pada musim semi 1996 sehingga memperburuk posisi akun berjalannya yang sebelumnya sudah defisit.

Pada tanggal 14-15 Mei 1997, mata uang baht, terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada tanggal 30 Juni, Perdana Mentri Chavalit Yonchaiyudh berkata bahwa dia tidak akan mendevaluasi baht, tetapi administrasi Thailand akhirnya mengambangkan mata uang lokal tersebut pada 2 Juli 1997.

Dampak

Baht jatuh ke titik terendah pada posisi 56 per dolar AS pada Januari 1998. Pasar saham Thailand jatuh75% pada 1997. Finance One, perusahaan keuangan Thailand terbesar bangkrut.

Hal ini lantas memicu kekhawatiran negara-negara satu kawasan, dan memang terbukti bahwa depresiasi bath turut menyeret nilai mata uang lain, termasuk won Korea Selatan, dollar Singapura, dollar Hongkong, ringgit Malaysia, peso Philipina, dan rupiah Indonesia.

Secara ekonomi, pemerintahan yang sedang berkuasa menjadi tidak lagi legitimate. Akibatnya, pemerintahan semi demokratis PM Chavalit tidak mampu mengambil kebijakan ekonomi efektif dan tegas dalam rangka memperbaiki kepercayaan investor yang sudah terlanjur telah menarik keluar investasi asing mereka. Hal ini meningkatkan tuntutan berbagai lapisan masyarakat agar pemerintahan koalisi PM Chavalith mengundurkan diri.

Selain itu, pihak yang memiliki pengaruh dan peran dalam menyebabkan krisis ekonomi 1997 secara politik adalah teknokrat atau birokrasi. Para teknokrat bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakan makroekonomi di Thailand, khususnya mereka yang berada di Bank Sentral Thailand (BoT). Krisis ekonomi 1997 menunjukkan lemahnya kemampuan Bank Sentral Thailand (BoT) mengantisipasi apresiasi nilai tukar riil mata uang bath terhadap dollar AS.

Resolusi Krisis

Untuk mengatasi krisis ekonomi di Thailand, pemerintah Thailand mengeluarkan berbagai kebijakan.

Pertama, pemerintahan Thailand, PM Chuan memberlakukan pengontrolan lalu lintas dan perdagangan bath melalui mekanisme two-tier system. Kebijakan ini diharapkan mampu  menjaga terjadinya stabilitas nilai tukar pada level yang lebih rendah. Hal tersebut dapat menyebabkan  industri dapat kembali beroperasi secara normal dan baik. Misalnya, ekspor produk agroindustri lebih mampu bersaing serta bahan baku industri dapat diimpor dengan harga lebih murah. Selain itu, diharapkan adanya kebijakan ini mampu mempertahankan cadangan devisa negara.

Kedua, berusaha mengembalikan kepercayaan para investor asing agar masalah krisis likiuditas dalam cadangan devisa Thailand dapat semakin teratasi. Pemerintah PM Chuan tetap mempertahankan kerja sama dengan IMF. Pemerintah PM Chuan mendapatkan kesempatan besar untuk memperbaiki keadaan ekonomi domestik Thailand dari IMF yakni melalui bantuan bersifat finansial dan teknis. Pada11 Agustus, IMF membuka paket penyelamatan dengan lebih dari 16 miliar dolar AS (kira-kira 160 trilyun Rupiah). Pada 20 Agustus IMF menyetujui, paket "bailout" sebesar 3,9 miliar dolar AS.

Ketiga, mengadakan reformasi finansial atau keuangan. Reformasi finansial dilakukan oleh pemerintahan PM Chuan. Di antara reformasi keuangan tersebut adalah penyelesaian semua aset milik ke-56 perusahaan-perusahaan keuangan yang ditutup itu hingga 31 Desember 1998 melalui the Financial Restructuating Agency(FRA) dan the Asset Management Corporation(AMC), perusahaan-perusahaan keuangan akan direkapitalisasi pada 1998 seiring dengan peraturan yang ketat, memperbaiki undang-undang kepailitan (bankruptcy law), dan pemerintah menjamin tidak akan melakukan penutupan terhadap perusahaan-perusahaan keuangan lain.

Keempat, pemerintah Thailand membuat kebijakan untuk mendorong biaya produksi dan ekspor. Pelaksanaan kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka untuk mengembangkan proyek-proyek investasi padat karya yang didanai dari pinjaman Bank Dunia dan Miyazawa Iniatiative, Jepang. Dari kebijakan ini maka diharapkan adanya peningkatan daya beli rakyat dan merangsang kegiatan produksi. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah (Paket 30 Maret 1999) itu berisi program pembiayaan sebesar 53 milyar bath, pengurangan pajak sebesar 54,7 milyar bath per tahun, serta pengurangan harga energi sebesar 23,8 milyar bath per tahun.

Kelima, dalam sektor-sektor industri yang selama ini sangat terbatas bagi penanaman modal asing akhirnya disetujui oleh Parlemen Thailand di akhir 1998. Contohnya, produsen mobil asal Jepang mulai memiliki 100% industri mobil. Tetapi sektor-sektor industri tersebut tidak termasuk bagian sektor ekspor dan jasa turisme.Thailand tidak hanya mengandalkan sektor industri namun juga sektor pertanian khususnya teknologi pertanian yang sempat ditinggalkan.

Dengan berbagai kebijakan ini, perekonomian Thailand berangsur-angsur pulih. Hal ini bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi pada pertengahan 1999. Misalnya, mata uang Bath mulai terlihat stabil, nilai indeks harga saham SET hampir meningkat dua kali lipat, cadangan devisa mengalami kenaikan pesat, hutang luar negeri turun, dan angka inflasi mengalami penurunan.

sumber:
Krisis Finansial Asia 1997. wikipedia.org. diakses pada 4 april 2017

Makalah Krisis Thailand. korewa87.blogspot.in. diakses pada 4 april 2017

sumber gambar:
Marketbisnis.com. diakses pada 4 april 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

logo

logo

Website Universitas Pamulang

Recent Post